Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 5 (Persaingan Tidak Sehat di Pasar Malam)

Alhamdulillah, saya punya waktu untuk menulis artikel lagi. Biasanya, saya mulai menulis artikel di sore hari. Karena pada pagi dan siang hari, saya selalu sibuk mengelola toko offline saya (RC. Toys). 

Jika ada waktu luang (dan santai), maka saya kembali menulis semua catatan, ide dan pemikiran di blog ini. Aktivitas menulis mengalir sebagaimana adanya, tanpa beban, paksaan atau dikejar waktu. Mungkin karena saya memang suka menulis, jadi saya selalu bisa menikmatinya. 

Baiklah, mari kita lanjutkan kisah perjalanan bisnis saya (bagian kelima). 

Dalam artikel Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 4 (Berpetualang di Pasar Malam) Saya telah menceritakan kepada Anda tentang masa-masa suka dan menyenangkan berdagang DVD di pasar malam (tahun 2003). 

Pada tahun 2003 harga pasaran DVD masih bagus (marginnya cukup besar).


Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 5 (Persaingan Tidak Sehat di Pasar Malam)
Ilustrasi Pasar Malam.

Pedagang DVD biasanya terdiri dari tiga jenis. Yaitu; pedagang yang berjualan di gerai Mall, kios pasar tradisional, dan pedagang kaki lima di pasar malam. 

Pedagang di konter Mal dan kios pasar tradisional biasanya menjual DVD lengkap dengan kotak kemasan. Sedangkan pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar dan pasar malam, kebanyakan berjualan tanpa kotak kemasan. Jadi produknya hanya berbentuk DVD yang di bungkus plastik. 

Pada waktu itu DVD yang menggunakan kotak kemasan (sejauh yang saya ingat) di Indonesia harganya 8.000 rupiah per pcs. Sedangkan pedagang di kaki lima biasanya menjual DVD yang tidak menggunakan kotak kemasan . Ketika pada tahun 2003 dijual dengan harga rata-rata 10.000 rupiah per 3 pcs DVD. 

Pada saat itu, modal DVD adalah 1.500 rupiah per pcs . Dan modal kotak pembungkus DVD biasanya berbeda (tergantung bahannya). Contoh; Kotak DVD dari bahan mika seharga 1.000 rupiah, dan kotak dari bahan plastik harganya 800 rupiah. 

Jadi total modal untuk satu DVD dengan kotak kemasan adalah sekitar 2.500 rupiah. Nah, pedagang di Mal dan kios pasar tradisional bisa mendapatkan margin rata-rata sekitar 5.500 rupiah per DVD. 

Sedangkan pedagang yang menjual per 3 keping DVD seharga 10.000 di PKL atau pasar malam, mereka juga bisa mendapatkan margin yang sama, yaitu 5.500 rupiah per 3 keping DVD. 

Ngomong-ngomong, sepanjang tahun 2003, bisnis DVD sangat menyenangkan bagi saya. Bahkan dari hasil bersih perdagangan sepanjang tahun, saya dapat membeli sepeda motor Honda GL dan bisa memiliki tabungan senilai 10 juta rupiah pada saat itu. 

Mulai mengalami masa-masa sulit.


Masa-masa menyenangkan saya di tahun 2003 hanya sementara. 

Apa penyebabnya? 

Pada pertengahan 2004, 'virus perusak' mulai muncul di pasar malam. 

Apa itu? 

Yah,,,, pasti Anda tahulah,,,, tentang kebiasaan buruk PKL pada umumnya ... ,, 


'Virus perusak' ini banyak 'menginfeksi' jenis barang dagangan yang mudah didapat, dan mudah ditiru orang. Ya! 'Virus' itu adalah perang harga!



Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 5 (Persaingan Tidak Sehat di Pasar Malam)
Ilustrasi Suasana Di Pasar Malam.

Tidak bisa disangkal. Memang seperti itulah praktik yang banyak terjadi pada sebagian pedagang di PKL. Menurut pemikiran mereka; menjatuhkan harga adalah cara tercepat dan instan untuk mengalahkan pedagang lain. 

Tetapi tanpa mereka sadari, cara bersaing dengan menghancurkan harga itu sekaligus menjadi bumerang, dan 'senjata bunuh diri yang paling mematikan' bagi para pedagang itu sendiri. 

Bayangkan saja, jika pada tahun 2003 harga satu DVD dengan kotak kemasan di Mall dan kios pasar tradisional rata-rata masih 8.000 rupiah per pcs. Kemudian, pada tahun 2004, harga pasarannya mulai turun menjadi 6.000 rupiah per pcs. Dan, pada tahun 2005 harganya terjun bebas menjadi 5.000 rupiah per keping DVD. 

Fenomena yang lebih parah terjadi di kios dan lapak PKL di pasar malam. Jika pada tahun 2004 pasaran harganya mulai turun (penjualan 10.000 rupiah per 4 pcs DVD), maka pada 2005 harga jualnya terus turun menjadi 5.000 rupiah per 3 pcs DVD. 

Bayangkan! Penurunan harga jualnya sudah sangat mencolok, jika dibandingkan dengan harga pasaran DVD pada tahun 2003 yang masih bagus, yaitu senilai 10.000 rupiah per 3 pcs DVD. 

Nasib harga DVD di gerai Mall dan kios pasar tradisional masih sedikit lebih baik daripada pasaran harga DVD di pasar malam. Jika harga jual DVD di pasar malam telah turun begitu drastis, maka harga DVD di gerai Mall dan kios pasar tradisional masih sedikit lebih baik. 

Para pedagang di mal dan pasar tradisional tetap berusaha untuk mempertahankan harga DVD, agar tidak turun terlalu jauh. Mereka tidak mau ikut-ikutan melakukan perang harga (seperti PKL dipasar malam). Mereka masih berusaha bersaing dengan cara yang lebih fair, yaitu dengan cara meningkatkan layanan dan kualitas produknya. 

 Artikel menarik lainnya: Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 3 (Hijrah Total ke Jakarta)

Sebuah pertanyaan mungkin akan muncul dibenak Anda: "Kenapa pedagang di Mal dan pasar tradisional cenderung mencoba untuk mempertahankan harga pasaran, dan tidak ikut-ikutan melakukan perang harga? 

Karena; jika mereka mengikuti penurunan harga, konsekuensinya akan membuat margin yang diperoleh menjadi sangat kecil. Di sisi lain, mereka harus membayar biaya sewa toko / kios dan berbagai biaya operasional lainnya. Jika marginnya sudah sangat kecil sekali, tentu mereka jadi tidak akan mampu lagi untuk membayar sewa toko dan biaya oprasional mereka.

Para pedagang di Mal dan pasar tradisional memang berada dalam kondisi yang dilematis! 

Mereka terus mencoba mempertahankan harga pasaran DVD agar tidak semakin jatuh. Yaitu; dengan cara meningkatkan kualitas dan layanan kepada pembeli. Namun di sisi lain, ada pihak yang begitu mudahnya menurunkan harga pasaran. Mereka hobi sekali melakukan perang harga. Siapakah mereka? Ya siapa lagi, kalau bukan PKL di pasar malam! 

Perang harga di pasar malam bahkan sudah melampaui batas yang wajar. 

Mungkin timbul pertanyaan lain di benak Anda: "Mengapa pedagang di pasar malam lebih suka bersaing dengan cara perang harga?" 

Jawabannya: 

Salah satu alasannya adalah karena rendahnya biaya sewa kios di pasar malam. Sehingga para pedagang di sana tidak menanggung biaya operasional yang besar (seperti pedagang DVD di Mal dan kios pasar tradisional). 

Faktor lainnya adalah; karena gerai penjual di acara pasar malam tidak permanen. Jadi, jika pedagang DVD di sana melakukan perang harga (ketika mendekati akhir acara), tidak terlalu menjadi masalah menurut mereka. Bagaimanapun, mereka akan pindah ke lokasi lain. (catatan: biasanya acara pasar malam berlangsung selama dua minggu - 1 bulan di suatu tempat, setelah itu mereka berpindah lokasi ke daerah yang lain). 

Nah, kondisinya sangat jauh berbeda dengan pedagang di mal, yang tentu lokasi usahanya permanen (tetap di satu area). Jadi jika mereka menjatuhkan harga, itu sama saja dengan 'bunuh diri', karena akibatnya akan merusak harga pasaran di sekitar area tersebut. 

Artikel menarik lainnya: Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 2 (Jualan kaset DVD di Pandeglang, Banten)

Pasaran harga DVD semakin hancur.


Pada akhir tahun 2004, perang harga di pasar malam sudah semakin memburuk. 

Jika pada awal tahun 2004 harga jual mulai turun menjadi 10.000 rupiah per 4 pcs DVD, maka di akhir tahun 2004 mulai ada pedagang dipasar malam yang menjual 6.000 rupiah per 3 pcs DVD. Puncaknya terjadi di tahun 2005, karena ada beberapa pedagang yang lebih 'gila', yaitu menjual dengan harga 5.000 rupiah per 3 pcs DVD! 

Mungkin Anda merasa sedikit heran, dan bertanya: "Bang izal, apakah mereka tidak merugi? Bahkan seperti yang Anda katakan, modal asli per DVD adalah 1.500 rupiah. Jika mereka menjual seharga 5.000 rupiah per 3 pcs DVD, apa mungkin mereka hanya mengambil margin senilai 500 rupiah saja? " 

Nah, ini pertanyaan yang menarik. 

Ternyata cara mereka seperti ini: 

Pusat grosir DVD ini berada di wilayah Glodok Jakarta Barat. Nah, toko grosir DVD di sana biasanya menjual DVD dengan 2 cara, yaitu; dijual secara per keping, dan dijual dalam bentuk per paket. Jika seorang pedagang membeli DVD secara per keping, maka harga modalnya adalah 1.500 per potong. Sedangkan jika ia membeli dalam bentuk per paket (berisi sepuluh keping DVD yang isinya sama), maka ia mendapat harga modal yang lebih rendah, yaitu 1.200 rupiah per keping. 

 Artikel menarik lainnya: Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 1 (Menjadi Tukang Jahit)

Apa kelebihan dan kekurangan dari kedua cara di atas?


Jadi, jika Anda membeli DVD per keping, Anda bisa mendapatkan sepuluh jenis kaset DVD yang berbeda. Namun kerugiannya adalah; harganya lebih tinggi, yaitu 1.500 rupiah per potong. 

Sedangkan jika Anda membeli dalam bentuk paket, maka Anda akan mendapatkan harga yang jauh lebih rendah, yaitu 1.200 rupiah per keping DVD. Hanya saja kekurangannya adalah; 10 keping DVD di dalam paket itu isi semuanya sama (misal lagu peterpan, maka 10 DVD itu isinya peterpan semua). Jadi jika Anda membeli produk DVD dalam paket seperti ini, Anda harus bisa menjualnya lagi dalam jumlah banyak. 

Sekarang, mari kita coba menghitung lagi, demi menjawab pertanyaan; "Apakah orang-orang yang melakukan perang harga dengan teknik atau metode seperti ini (per 3 pcs seharga 5000 rupiah) akan menderita kerugian?" 

Jadi ,,,,, jika modal DVD per keping 1.200 rupiah dikalikan tiga keping, maka, modalnya adalah 3.600 rupiah. Jadi jika mereka menjual 3 DVD, mereka bisa mendapatkan margin kotor sebesar 1.400 rupiah. 

Intinya adalah ..., hanya bagi pedagang yang bermodal besar saja yang akan mampu menggunakan metode ini. Lantas, bagaimana nasib mereka yang bermodal lemah? Hufft ,,,,, Yah,,,, mereka harus rela bisnisnya 'mati' secara perlahan. Di sini aturan yang berlaku adalah hukum rimba. Artinya siapa yang terkuat, maka dialah yang akan menang! 

Sepintas, mereka seakan terlihat pintar ya? 

Tapi sebenarnya tidak terlalu pintar juga ,,,,,, ☺ 

Apa alasannya? 

Karena praktik perang harga ini akan terus memicu persaingan yang tidak sehat, dan lama kelamaan pasti akan terus menuju jurang kehancuran. Oke, sekarang mereka memang bisa menang bersaing dengan menggunakan cara seperti ini. Namun, bagaimana jika kemudian ada banyak lagi pedagang lain yang juga meniru cara yang sama? Pada akhirnya, tidak ada lagi dari mereka yang bisa mendapatkan keuntungan apa pun! (Harga telah jatuh terlalu jauh, sehingga hampir tidak ada lagi margin yang bisa didapatkan). 

Seperti kata pepatah: "Yang kalah akan menjadi abu, yang menang akan menjadi arang." 

Saya telah mengkritik fenomena perang harga ini di salah satu artikel saya. Anda dapat membaca di sini: Perang Harga di Toko Online (dan Offline) Semakin Marak Terjadi (Adakah Solusinya?)

Akhirnya, ditengah kondisi persaingan yang semakin tidak sehat itu, saya hanya bisa bertahan sampai akhir tahun 2005. Memasuki awal tahun 2006 saya mulai berpikir untuk mencari jenis bisnis baru. Berdagang DVD di pasar malam sudah tidak mungkin untuk saya teruskan lagi, sebab harga pasaran DVD sudah 'hancur lebur' disana.

Pada awal tahun 2006 akhirnya saya meninggalkan pasar malam. 

Dan ,,,, Bisnis seperti apa yang saya jalani di tahun 2006 tersebut? 

Ceritanya telah saya lanjutkan di seri bagian 6 ini : Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 6 (Belajar Dagang Sate Padang)  

Semoga sukses selalu Anda. ☺

Salam.

Artikel ini ditulis dan diceritakan oleh Bang izal.
Bang izal
Bang izal Saya Seorang Praktisi Bisnis Mainan. Sangat hobi menulis dan suka berdiskusi. Saya ingin sekali saling berbagi ilmu, dan pengalaman, dengan teman-teman semua melalui blog ini.

2 comments for "Catatan Perjalanan Usahaku Bagian 5 (Persaingan Tidak Sehat di Pasar Malam)"

  1. wah.., jatuh bangun jalani usaha ya. Tapi salut, tidak kenal menyerah

    ReplyDelete